Rabu, 20 Maret 2019

Tentang Penulis

Kami adalah mahasiswa dari Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti jurusan S1 Hospitality and Tourism 2017, memaparkan materi pembelajaran Ekologi dan Lingkungan Pariwisata dengan studi kasus Desa Wae Rebo yang beranggotakan 4 orang yaitu:
1. George P Abineno
2. Seruni Jauza M
3. Nurhana Kustia
4. Tasya Komara

Sosial Budaya Masyarakat Wae Rebo

Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat. Di Wae Rebo salah satu yang dilakukan adalah ritual Pa’u Wae Lu’u. Ritual ini dipimpin oleh salah satu tetua adat Wae Rebo, yang bertujuan meminta ijin dan perlindungan kepada roh leluhur terhadap tamu yang berkunjung dan tinggal di Wae Rebo hingga tamu tersebut meninggalkan kampung ini. Tidak hanya itu, ritual ini juga ditujukan kepada pengunjung ketika sudah sampai di tempat asal mereka. Bagi masyarakat Wae Rebo, wisatawan yang datang dianggap sebagai saudara yang sedang pulang kampung. Sebelum selesai ritual ini, para tamu tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan apapun termasuk mengambil foto. Kearifan lokal lain yang perlu mendapat perhatian adalah tentang penggunaan uang administrasi bagi wisatawan yang masuk ke kampung Wae Rebo. 
1.1 Aktivitas penyambutan wisatawan di Rumah Adat Mbaru Niang

1.2 Upacara Adat di Lingkungan Desa Wisata Wae Rebo

1.3 Penjelasan Budaya Rumah Adat Desa Wisata Wae Rebo

Daftar Pustaka: 1. https://blogkakikita.blogspot.com/2017/10/jurnal-community-based-tourism.html

Kondisi Lingkungan Desa Wisata Wae Rebo Saat Ini

1.1 Masyarakat Desa Wisata Wae Rebo berkumpul melakukan upacara adat 


1.2 Kondisi lingkungan Desa Wae Rebo


1.3 Kondisi lingkungan Desa Wae Rebo saat malam hari

Letak Geografis Desa Wisata Wae Rebo

Letak geografis Wae Rebo pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut ini layaknya sebuah surga yang berada di atas awan. Wae Rebo terletak di desa Satar Lenda , Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur.  Kampung Wae Rebo diapiti oleh gunung, hutan lebat dan berada jauh dari kampung – kampung tetangga. Kampung Wae Rebo dikukuhkan oleh Enklave sejak masa penjajahan Belanda.

Read more: http://baltyra.com/2010/05/20/a-journey-to-wae-rebo-traditional-village/#ixzz5ihM61mZr

Introduction of Sustainable Development

Pengertian Pariwisata berkelanjutan dalam World Commission On Enviromental Development (WCED) pada tahun 1987 dirumuskan bahwa pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan hari ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Di Indonesia kini sedang gencar mengembangkan pariwisata berkelanjutan dalam bidang industri pariwisata dengan pengelolaan desa wisata di berbagai daerah. Salah satunya yaitu Desa Wisata Waerebo yang ada di Nusa Tenggara Timur.
Manfaat daripada pengembangan desa wisata diantaranya adalah menaikan pendapatan perkapita, menambah peluang lapangan pekerjaan, menaikan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan produktivitas desa sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan daerah bahkan mampu menambah devisa negara.
Nah, sobat blogger. Kali ini kami akan memaparkan berbagai aspek mengenai Destinasi Wisata Wae Rebo yang pastinya akan menambah rasa keinginan kamu buat berkunjung ke desa ini nih!!!.

Sejarah Desa Wisata Waerebo

Sejarah dari desa wisata waerebo ini dimulai saat seorang arsitek yang bernama Yori yang sedang menjelajah dunia dan pulang kembali ke nusantara untuk mengembangkan potensi negara. Dia pun menemukan banyak “permata” arsitektur yang sebelumnya, tak disadarinya. Salah satu kekaguman pertamanya adalah Wae Rebo di Desa Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, sehingga Yori mengumpulkan tim beranggotakan 15 staf untuk mengunjungi destinasi nan jauh di mata ini. setelah menempuh perjalanan yang panjang, kemudian berjalan kaki hingga 6 jam, Yori dan timnya tiba di Wae Rebo di mana rumah adat (disebut Mbaru Niang) yang tadinya masih ada 7 telah berkurang menjadi hanya 4. Jika penduduk setempat mengizinkan, Yori ingin membantu membangun kembali Wae Rebo. program pertama yang di cetuskan oleh Yori adalah program "Rumah Asuh". Yori dan timnya tidak datang untuk mengubah cara hidup mereka, tapi kami tetap menyarankan pentingnya melestarikan lingkungan, termasuk menanam kembali pohon-pohon yang telah ditebang untuk membangun rumah ini. Program Rumah Asuh juga diupayakan menjadi solusi untuk masalah lazim yang menimpa rumah adat di Indonesia: dokumentasi yang memadai. Sebelum Yori datang, semua keterampilan membangun rumah adat Wae Rebo diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan. Seiring berjalannya proses membangun, warga desa melibatkan para pemudanya sehingga mereka ikut berkenalan dengan teknik tersebut kemudian dapat melanjutkan warisan Wae Rebo ini.
Pada akhirnya, program Rumah Asuh bukan sekadar kegiatan membangun rumah adat —ini justru menjadi suatu proyek budaya, melalui pintu masuk arsitektur, untuk menjelajah aneka aspek lain dari budaya setempat.Kedatangan Yori Antar ke Wae Rebo telah memberi dampak mendalam bagi masyarakat di sana. Berkat perjalanan ekspedisinya, desa yang nyaris terlupakan ini kemudian menjadi destinasi kegemaran untuk wisata eksotis, setara dengan Pulau Komodo dan Raja Ampat. Arus masuk wisatawan yang ingin merasakan cara hidup Wae Rebo pun menjadi sumber pendapatan bagi penduduk setempat.Hasil untuk kerja keras bersama ini adalah penganugerahan Award of Excellence dari UNESCO Asia-Pacific Heritage Awards untuk Pelestarian Warisan Budaya tahun 2012 kepada Wae Rebo.Tak hanya didukung oleh banyak dermawan dan juga Kementerian Pariwisata, program Rumah Asuh telah diadopsi oleh Departemen Pendidikan menjadi program Rumah Budaya. Ditargetkan mengembangkan hingga 90 desa per tahun, program ini telah menuai keberhasilan di Sumba dan Sumatera Barat. Dalam upaya menyebarkan kecintaan dan penghargaan terhadap arsitektur tradisional Indonesia, Yori mendorong dibukanya mayor Arsitektur Nasional di universitas-universitas besar. Selain itu, ia menggelar kontes pula bagi mahasiswa arsitektur, sarjana arsitektur, serta firma arsitektur ternama dengan tujuan meningkatkan kesadaran arsitektur tradisional di kalangan “pembangun” di Indonesia. 
Gambar 1.1 Kerangka Rumah adat Mbaru Niang

1.2 Kondisi Lingkungan saat pembangunan Rumah Adat Mbaru Niang di Wae Rebo

1.3 Tim dan Masyarakat Desa Wae Rebo 

1.4 Arsitek Yori dan Ketua Adat Desa Wae Rebo


Daftar Pustaka:
1.  http://baltyra.com/2010/05/20/a-journey-to-wae-rebo-traditional-village/

Cari Blog Ini